
Teknologi digital menjadi penyelamat perajin lurik saat pandemi COVID-19 melanda dunia saat ini. Salah seorang yang memanfaatkannya adalah Suyatmi, pemilik usaha dengan bendera Aulya Lurik.
Suyatmi telah menekuni penjualan kain lurik sejak 2007. Kain lurik jualannya termasuk yang sudah terkenal di desa Karangasem, Klaten, Jawa Tengah, tempat kelahirannya. Suyatmi kini beralih menjual via media sosial dan pasar digital sejak pandemi terjadi.
Suyatmi mengatakan bisnisnya pada awal tahun masih terbilang normal. Akan tetapi, kondisi menurun drastis mulai sekitar Maret hingga April atau ketika pandemi terjadi. Bahkan selama April hingga Juni, penjualannya nol.
Akan tetapi, Suyatmi tidak menyerah. Kondisi kerja dari rumah membuatnya mempunyai ide untuk merambah dunia penjualan daring. Hal ini disebabkan banyak orang yang menghabiskan lebih banyak waktu di rumah untuk mengurangi risiko terkena virus COVID-19.
Akhirnya, ia menjadi salah satu perajin kain lurik yang memasarkan kain luriknya melalui media sosial dan pasar daring. Tak disangka, strateginya berhasil secara cepat. Berbagai pesanan ia terima untuk beragam corak kain lurik buatannya sendiri. Ia mengakui sekitar 50% dari total penjualannya bersumber dari dunia maya. Banyak yang membeli kain luriknya lantaran berharga terjangkau, yakni antara Rp70 dan Rp80 ribu per lembarnya.
Suyatmi membuat kain luriknya sendiri. Ia memakai benang katun dan pewarna alamiah dari daun yang mengandung getah serta kambium dari pohon mahoni. Pewarna sintesis turut ia tambahkan.
Saat ini, Suyatmi bisa memperoleh pesanan hingga 100 lembar per bulan. Pengalaman ini yang membuatnya meyakini pemasaran digital terbukti ampuh membantu penjualannya. Bahkan, ia berharap pemesanan akan meningkat ganda apabila pandemi COVID-19 rampung.
Baca juga artikel lainnya : Panduan Lengkap Memulai Bisnis Jahe Merah yang Datangkan Laba Besar