Sebagian orang beralih menggemari bercocok tanaman hias tak lama setelah pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta dan di kota lain di Indonesia akibat pandemi virus COVID-19. Berkah dari ini adalah usaha tanaman hias menemukan momentum yang tepat.
Banyak warga mengisi waktu di rumah dengan merawat tanaman hias. Walhasil, petani tanaman hias menerima pesanan berlimpah. Beberapa bahkan sedang “naik daun”, seperti sansevieria, aglaonema, philodendron, alocasia, dan monstera adansonii variegata (janda bolong).

Pengaruh Media Sosial

Selain faktor harus banyak beraktivitas di rumah, unggahan menarik di media sosial membuat pamor tanaman hias turut naik. Hal tersebut disampaikan oleh Wahyu Fahrudin, seorang pebisnis tanaman hias asal Tangerang, Banten.
Wahyu telah menekuni bisnis ini sejak 2016 dengan mengkhususkan usahanya pada tanaman sansivera (lidah mertua). Ia memanfaatkan pekarangan seluas 70 meter persegi untuk menumbuh dan membudidayakan tanaman ini.
Ia merasakan cuan melimpah berkat unggahan penggemar tanaman hias di media sosial masing-masing. Mereka membagikan hasil bercocok tanam mereka sehingga menarik warganet mencoba hal serupa. Saat pandemi seperti sekarang ini, Wahyu mengatakan bisa menjual hingga 100 pot tanaman lidah mertua dengan harga mulai Rp100 ribu hingga Rp25 juta per pot tanaman lidah mertua. Ia mengekspor 40% dari total jumlah pesanan tersebut.
Bagi Wahyu, membudidayakan tanaman lidah mertua membuatnya bisa menyumbang terhadap tingginya polusi di Indonesia. Tanaman ini memang mempunyai fungsi bisa mengendalikan polutan sekaligus mempercantik ruangan.
Agak berbeda dengan Wahyu, Kiki Rizal adalah pedagang tanaman hias yang memanfaatkan popularitas tanaman janda bolong. Ia menyengaja terjun ke usaha ini saat pandemi. Ia menggandeng seorang pembudidaya tanaman hias asal Jawa Barat. Kiki menawarkan beragam tanaman hias, termasuk tentunya tanaman janda bolong. Harga mulai dari Rp45 ribu hingga Rp75 ribu per pot. Tingginya popularitas tanaman hias membuat Kiki bisa menjual ratusan pot per bulan.
Skala Besar Vs Ritel
Fenomena terkenalnya usaha tanaman hias memunculkan pengamatan tersendiri bagi F Rahardi, seorang pemerhati agribisnis dan salah seorang anggota Dewan Pakar Masyarakat Agribisnis Indonesia.
Ia mengatakan usaha tanaman hias saat ini bersifat ritel atau kecil. Kenyataan berbanding terbalik dengan usaha tanaman hias skala besar. Sementara yang skala ritel melonjak, pebisnis skala besar justru tengah merasakan turunnya penjualan akibat terhentinya pembangunan properti.
Ia menyebutkan tren usaha tanaman hias saat ini hanya berlangsung sebentar. Ia menduga popularitasnya lebih bersifat “mendompleng” pemberitaan di media. Atau dengan kata lain adalah “monkey business”. Ia mengambil contoh tanaman janda bolong yang dapat berharga puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Berbeda halnya dengan tanaman yang memang indah karena perawatan dan bentuk aslinya yang memang cantik. Contohnya adalah tanaman anthurium, palem yang tinggi, dan bunga kamboja yang sudah tua dan indah. Dua contoh terakhir layak memperoleh harga tinggi hingga puluhan juta rupiah.
Baca juga : Panduan Singkat Memulai Bisnis Durian Merah